Sejarah Nama Jalan Yahya Kutowinangun

Sejarah Nama Jalan Yahya Kutowinangun
Siapa yang tidak mengenal jalan, Apa itu Jalan?. Dikutip dari halaman https://binamarga.pu.go.id/index.php/article/mengingat-nama-pahlawan-melalui-nama-jalan Menurut Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, disebutkan bahwa jalan merupakan prasarana transportasi yang menjadi unsur penting dalam pengembangan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam mendukung ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan.
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
Infrastruktur jalan merupakan infrastruktur engineering, khususnya teknik sipil yang sangat penting bagi kehidupan manusia dalam mendukung kekuatan interaksi antar wilayah, baik perdesaan maupun perkotaan. Dengan infrastruktur ini, setiap orang dapat berpindah tempat dengan nyaman dan selamat, berpindah diri secara pribadi dan komunal, proses memindahkan barang, baik dengan berjalan kaki maupun menggunakan kendaraan. Sebagai infrastruktur konektivitas antar wilayah, jalan menjadi sarana silaturahmi dalam menghubungkan seorang individu dan komunitas masyarakat suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Melihat dari jenis dan fungsinya, jalan terdiri atas tiga kategori yaitu jalan umum, jalan tol, dan jalan khusus. Jalan yang kita gunakan sehari-hari dalam beraktivitas adalah jalan umum, yang berdasarkan fungsinya, dikelompokkan menjadi jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal dan jalan lingkungan. Jalan tol adalah jalan umum yang menjadi bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar. Jalan tol ini sering kita gunakan sebagai jalan alternatif mempersingkat waktu tempuh dan jarak dari satu tempat ke tempat lain. Sedangkan jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri.
Selain fungsi teknisnya sebagai prasarana transportasi dalam mendukung ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan, jalan juga memiliki fungsi sejarah melalui implementasi pemakaian nama nama pahlawan pada nama-nama jalan di seluruh Indonesia. Salah satu perwujudan fungsi sejarah dapat terasa ketika kita menikmati suasana ketika kita berjalan kaki, bersepeda dan berkendara baik dengan menggunakan transportasi umum maupun transportasi pribadi, terdapat simbol yang disertai tulisan yang menandakan bahkan jalan tersebut memiliki nama; nama pahlawan, nama tokoh masyarakat sekitar, nama buah, nama bendungan/situ, nama planet, nama burung, dan nama-nama lainnya yang memiliki makna dan mudah untuk diingat oleh manusia.
Selain itu sesuai ketentuan pasal 3 peraturan pemerintah nomor 2 tahun 2021 tentang penyelenggaraan nama rupabumi dimana menjelaskan bahwa unsur jalan juga yang merupakan salah satu unsur rupa bumi. Rupabumi sendiri didefinisikan sebagai permukaan bumi beserta objek yang dapat dikenali identitasnya baik berupa unsur alami maupun unsur buatan. Unsur rupa bumi buatan terdiri atas: wilayah administrasi pemerintahan; objek yang dibangun; kawasan khusus; dan tempat berpenduduk, tempat, lokasi, atau entitas yang memiliki nilai khusus atau penting bagi masyarakat suatu wilayah dapat dikategorikan sebagai unsur buatan. Penamaan nama rupabumi unsur jalan yang diusulkan untuk memperhatikan hal-hal diantaranya menggunakan bahasa indonesia; dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing apabila unsur rupabumi memiliki nilai sejarah, budaya, adat istiadat, dan/atau keagamaan; menggunakan abjad romawi; menggunakan 1 (satu) nama untuk 1 (satu) unsur rupabumi; menghormati keberadaan suku, agama, ras, dan golongan; menggunakan paling banyak 3 (tiga) kata; menghindari penggunaan nama orang yang masih hidup dan dapat menggunakan nama orang yang sudah meninggal dunia paling singkat 5 (lima) tahun terhitung sejak yang bersangkutan meninggal dunia; menghindari penggunaan nama instansi/lembaga; menghindari penggunaan nama yang bertentangan dengan kepentingan nasional dan/atau daerah; dan memenuhi kaidah penulisan nama rupabumi dan kaidah spasial.
Sayangnya di wilayah Kutowinangun sendiri masih banyak yang belum mengetahui sejarah dibalik nama jalan tersebut dan salah satunya adalah Jalan Yahya Kutowinangun yang berada di wilayah perbatasan antara desa Kutowinangun dengan desa Lundong dengan titik pangkal Jalan Provinsi Km 11+300 dan titik ujung di sblh utara SMP Negeri 3 Kutowinangun; menurut keterangan yang kami himpun dari Bapak Tumijo seorang tokoh masyarakat yang juga merupakan mantan Kepala Dusun Karanganyar Desa Lundong Kecamatan Kutowinangun sejarah nama jalan Yahya diambil dari nama tokoh yang membuka/membangun jalan tersebut yakni Gunawan Yahya yang merupakan seorang tokoh etnis tionghoa yang bernama Koe Giok Lien pada th 1963. Pada waktu tersebut untuk menuju tempat tinggalnya di Dukuh Karanganyar Desa Lundong belum terdapat akses jalan karena masih berupa sawah dan belum terdapat akses jaringan listrik PLN yang waktu itu jaringan listrik 110 V maka dengan jiwa sosialnya dengan sukarela Gunawan yahya membangun sawahnya menjadi jalan. Selain itu pada saat masih banyak orang yang kurang makan ia membantu dengan sukarela serta mengajak warga masyarakat yang kurang mampu dan belum memasang listrik di dukuh karanganyar desa Lundong.tersebut untuk memasang listrik dengan biaya ditanggung olehnya. Atas jasanya tersebut warga masyarakat di Dukuh Karanganyar Desa Lundong tersebut mengabadikan namanya menjadi nama jalan tersebut dan saat ini beberapa sarana publik yang berada di jalan tersebut diantaranya kios pasar Kutowinangun, Puskesmas Kutowinangun Rawat Inap dan Rawat Jalan, Eks Bioskop Kutowinangun dan SMP Negeri 3 Kutowinangun, Namun Untuk Lokasi Jalan SMP Negeri 3 Kutowinangun menggunakan nama Jalan Dwi Kora karena letaknya yang merupakan berada di sisi ujung/persimpangan antara jalan Dwi Kora dan Jalan Yahya.