Bangkitkan Semangat kecintaan, persatuan warga kecamatan pemerintah Kecamatan Kutowinangun Kabupaten Kebumen susun Pataka kecamatan
Bangkitkan Semangat kecintaan, persatuan warga kecamatan pemerintah Kecamatan Kutowinangun Kabupaten Kebumen susun Pataka kecamatan
Panji-panji adalah sejenis bendera identitas angkatan bersenjata yang digunakan dalam peperangan untuk memberitahu titik berkumpul kepada pasukan dan menandai lokasi panglima perang. Penggunaan panji-panji diperkirakan sudah ada sejak zaman Mesir Kuno sekitar 5.000 tahun yang lalu. Di Indonesia, panji-panji dibawa oleh suatu pasukan kehormatan yang bernama “Pataka” singkatan dari “Pasukan Tanda Kehormatan”. (Wikipedia)
Dalam rangka membangkitkan kecintaan, persatuan dan semangat warga kecamatan di wilayah Kabupaten Kebumen, Pemerintah Kabupaten Kebumen meminta agar masing-masing kecamatan di Kabupaten Kebumen untuk membuat panji-panji identitas kecamatan yang dituangkan dalam bentuk bendera pataka. Bendera ini berbentuk persegi panjang dengan ukuran 90 cm x 60 cm yang di pojok kiri atas dicantumkan logo Kabupaten Kebumen, sementara logo kecamatan berada di posisi tengah.
Ada dua mekanisme yang dapat dipakai dalam membuat panji-panji identitas berdasarkan surat Sekretaris Daerah Kabupaten Kebumen Nomor 100/017 tanggal 6 Januari 2022, yaitu melalui Focus Group Discussion (FGD) dan melalui sayembara/lomba. Kecamatan Kutowinangun sendiri memilih mekanisme FGD dalam menyusun pataka di Kecamatan Kutowinangun. Alasannya adalah agar lebih mengena dari sisi historis dan potensi karena mekanisme ini melibatkan tokoh-tokoh masyakarat di lingkungan Kecamatan Kutowinangun seperti tokoh pendidik, tokoh budaya, tokoh agama, dan lain sebagainya.
Pada Kamis (7/4), bertempat di Pendopo Kecamatan Kutowinangun telah digelar acara diskusi dalam rangka Penyusunan Panji Identitas Kecamatan Kutowinangun. Ini merupakan pertemuan kedua setelah sebelumnya pada pertemuan pertama telah dibentuk Tim FGD yang diketuai langsung oleh Camat Kutowinangun, Ir. Kotib. Pada pertemuan pertama, juga disampaikan sosialisasi pataka, pemaparan jejak sejarah yang disampaikan oleh Sekcam Kutowinangun Grace Arisandi Dunggio, S.STP, M.PA dan Eko Waluyo yang sekaligus menyampaikan draft pataka Kecamatan Kutowinangun. Dalam pertemuan kali ini, dibahas terkait desain pataka Kecamatan Kutowinangun yang nantinya diajukan ke kabupaten untuk dilakukan verifikasi.
Selain dengan menggandeng tokoh-tokoh masyarakat di Kecamatan Kutowinangun, dalam penyusunan Pataka Kecamatan Kutowinangun, tim juga melakukan penelusuran spiritual dengan mengunjungi Makam Poerbonegoro di Kadipaten Ambal dan Makam Bulupitu di Desa Tunjungseto, Kutowinangun serta mencari literasi sejarah Kutowinangun. Dari penelusuran tersebut, diperoleh hasil bahwa jejak perjalanan sejarah Kutowinangun dimulai pada Masa Kerajaan Mataram. Nama Kutowinangun tahun 1678 semula bernama Désa Karangwono yang pada saat itu merupakan sebuah daerah kecil yang berada dalam masa Pemerintahan Kadipaten Panjer Rooma. Dibawah kepemimpinan Ki Kertowongso atau Kiai Gede Panjer Rooma III atau Kanjeng Raden Adipati Tumenggung Kolopaking I memerintahkan para Senopati nya untuk mengumpulkan para Pemuda untuk dilatih dan dijadikan prajurit Panjer Rooma. K.R.A.T Kolopaking I menugasi Ki Demang Margonoyo untuk melayani segala keperluan untuk kegiatan tersebut, antara lain perlengkapan senjata dan konsumsi para prajurit Panjer Rooma yang Pusat pelatihannya berada di Desa Karangwono.
Pada tahun 1678 Desa Karangwono, pusat penggemblengan para pemuda yang semula sepi dibangun kembali menjadi désa yang ramai. Di desa tersebut Dibangunlah beberapa tempat pelayanan masyarakat. Desa Karangwono kemudian diganti namanya menjadi Kutho Winangun yang berasal dari kata KUTO yang artinya “Kota” dan WINANGUN yang artinya “Membangun”. K.R.A.T Kolopaking I mengangkat anak dari Ki Demang Margonoyo yakni Ki Honggoyudo sebagai Demang Kutowinangun. Atas dasar tersebut Kutowinangun yang dahulunya Bernama Desa Karangwono digunakan sebagai tempat penyiapan peralatan perang, olah keprajuritan serta lumbung pangan yang digunakan Mataram untuk melawan kompeni maka dalam forum group diskusi tersebut menyepakati Slogan Bhumi Praja Mukti Binangun merupakan arah cita-cita mewujudkan membangun kecamatan kutowinangun sebagai bumi/ tempat yang sejahtera adapun muatan unsur-unsur panji diantaranya Bingkai berbentuk perisai sebagai simbol bahwa pada awalnya Kutowinangun merupakan salah satu pusat olah kanuragan dan pertahanan melawan penjajah sedangkan bentuk perisai menyerupai genuk/kendil yang menandakan bahwa di Kutowinangun selain sebagai tempat olah keprajuritan juga sebagai lumbung pangan hal ini ditandai dengan sampai saat ini potensi terbesar di wilayah kecamatan kutowinangun adalah pertanian dan tanaman pangan, sedangkan potensi lain yakni sentra pembuatan gerabah di Desa Pejagatan, Bintang berwarna emas melambangkan "Ketuhanan Yang Maha Esa” Padi dan kapas melambangkan "kemakmuran”, Tombak dan Cemeti melambangkan sifat kepahlawanan dalam melawan penjajahan, Tugu dimaknai sebagai lambang Manunggaling Kawula Gusti , sebagai simbol kesadaran akan hubungan manusia dengan Tuhan serta Agar akar perjuangan atas dasar keyakinan merambat dan tumbuh menjadi tekad melanjutkan perjuangan yang belum tuntas; sedangkan Air sebagai simbol sumber utama kehidupan serta Rantai sejumlah 19 menggambarkan wilayah kecamatan kutowinangun yang berjumlah 19 desa merupakan satu kesatuan wilayah .